Selamat Datang

Semoga Keberkahan selalu menyertai Saudara..amin
Selalu Kunjungi kami & ikuti Program KSB..
Salam Berkah Berlimpah Berjama'ah
Jangan Lupa Tinggalkan pesan dibuku tamu yaa... :)

Senin, 21 Januari 2013

Amplop Di Kolong Pintu

Amplop Di Kolong Pintu
Ketika yang lain mengumpulkan uang, kita menebarnya, membaginya. Ketika yang lain berburu uang dan menahannya, kita malah melepasnya. Itulah sedekah.
Konsep-konsep aneh dalam sedekah, dianggap tidak lazim sebab kita memang tidak terbiasa. Mana ada cerita sebuah konsep: “Jika mau dicukupkan Allah, sedekahkan apa yang kurang”? Jika yang lain malah mencari pinjeman dan pontang panting usaha sana sini untuk mencukupkannya, kita malah dengan entengnya menyedekahkan apa yang kurang itu. Konsep aneh.
Terasa aneh juga. Anak-anak lapar, ada kebutuhan, ada hajat, namun pas ada, malah mentingin anak orang lain, mentingin kebutuhan dan hajat orang lain.
Aneh.
Dan sekali lagi, jadi aneh sebab kita tidak biasa melakukannya. Manakala kita terbiasa melakukannya, maka ia menjadi sebuah metode yang layak diikuti.
Pertanyaan demi pertanyaan kemudian muncul. Seputar ikhlas dan doa sebagai isyu utamanya. Tatkala sedekah dijadikan sebagai senjata, sebagai metodologi untuk membanyakkan rizki, sebagai wasilah yang disengaja untuk mendapatkan ampunan Allah, surga, dan keridhaan-Nya, mulailah muncul pertanyaan boleh atau tidaknya.
Pertanyaan kemudian berkembang lagi. Misalnya, apakah ketika seseorang meminta fadhilah, keutamaan, dari satu amal, di dunia ini, lalu ia akan kehilangan haknya di hari akhir? Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang akan terus.
Dengan segala keterbatasan, saya memohon izin Allah, dan kemudahan untuk mengajar secuplik secuplik, sedikit demi sedikit, sambil menguraikan. Agar ada kepahaman juga, yang mudah-mudahan keyakinan yang selama ini diyakini, pengajaran yang selama ini diajarkan, adalah bukan satu kesalahan. Bukannya apa. Saya pun kadang risau. Jika seruan sedekah saya, MALAH KEMUDIAN MEMBAWA SAUDARA SEMUA JUSTRU KE NERAKA. Saya sebagai pendakwah di lapangan, sempat juga diliputi keraguan. Apa iya saya mengajarkan sesuatu yang salah? Sedang yang saya sampaikan adalah Janji Allah dan Rasul-Nya? Ketika yang lain, keutamaan sedekah muncul akibat ketidaksengajaan, maka saya justru menyeru untuk menyengaja. Ada yang tidak berani meminta, saya justru menyuruh diri saya dan orang lain untuk jangan segan-segan meminta. Berdoa. Kepada Allah.
Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang saya coba turunkan lewat kesempatan demi kesempatan kali ini.
Kita awali dengan tulisan sederhana, berjudul: Amplop di Kolong Pintu...
***
Ada seorang anak yatim, yang sakit. Di ujung gang. Dan kita tergerak memberi ibu ini anak yatim, 100rb rupiah sebagai sedekah kita. Kita jalan diam-diam, no body knows. Tidak ada yang tahu. Bahkan kita pun menyengaja tidak memberi tahu siapapun. Kita sembunyikan segala niatan kita. Hanya Allah saja yang tahu.
Kita ambil amplop, lalu kita selipkan uang Rp. 100 tersebut. Kita pilih sengaja jalan menuju rumah si yatim di saat langit begitu sunyi dihiasi sinar sempurna rembulan. Satu alasan: Benar-benar supaya tidak ada yang tahu, bahwa di tangan kita tergenggam amplop putih berisi uang 100rb untuk si yatim.
Andai pun ada yang menegur: "Hendak kemana wahai anak muda?"
Niscaya kita hanya akan jawab dengan senyuman saja tanpa berkata-kata. Menghindari pertanyaan selanjutnya. Kalaupun perlu menjawab, kita hanya akan menjawab: "Sedang menikmati malam dan gemerlapnya bintang."
Lalu, di depan pintu rumah si yatim, kita pun menikmati kesendirian amal. Benar-benar tidak ada yang tahu. Sementara kita meyakini bahwa Malaikat-Malaikat Allah yang bersih hatinya lah yang menatap lekat perilaku kita dan mencatatnya bahwa amal ini mutlak milik Allah dan dipersembahkan hanya untuk Allah semata.
Melalui lobang kecil di bawah pintu, yang berjarak hanya setengah centi dari tanah, kita masukkan amplop tersebut. Amplop ini hanya bertuliskan: “Dari hamba Allah.”
Bahkan amplop itu masih berisi sedekah dalam bentuk yang lain. Yakni sedekah dalam bentuk sekalimat doa: “Semoga Ananda diberikan kesembuhan, dan ibu memiliki keberkahan memelihara anak yatim."
Tapi ya hanya sampai di situ. Benar-benar sampai di situ. Tidak ada ketukan pintu yang kemudian menjadi kesempatan buat kita memberi tahu si penghuni rumah bahwa ada amplop terselip di bawah pintu. Tidak. Amal ini begitu sunyi. Sesunyi malam yang dipilih.
Inilah yang barangkali disebut dengan “ikhlas” oleh kebanyakan orang. Berusaha keras menyembunyikan amal, hanya Allah saja yang tahu. Kerahasiaan amal dijaga demikian ketat. Hal-hal apa saja yang menyebabkan amal ini menjadi tetap tersembunyi, benar-benar dilakukan.
Tentulah TIDAK ADA YANG BERANI membantah tentang ikhlas yang model begini. Sayangnya, kemudian keyakinan/sudut pandang bahwa ikhlas adalah berhenti bermodel begini, lalu meniadakan/menafikan ikhlas yang lain.
Sebelum melanjutkan ke esai berikut, ada contoh tentang ikhlas yang berbeda: Seorang TKI, menyerahkan uang tabungannya yang sudah ia kumpulkan 3 tahun. Dengan harapan agar ia beroleh jodoh. Sudah 3x ia balik keluar negeri tempat ia bekerja, dan belom beroleh jodoh. Lalu, apakah pengharapannya ini salah? Layak kah kita menyebutnya tidak ikhlas? Ikhlas mana dengan kita yang menjaga tabungan kita hanya untuk diri kita? He he he.
Ok deh, kita ikuti ya sesi-sesi berikutnya. Sampe ketemu. Mohon maaf lahir batin jika saya ada kesalahannya. Insya Allah jika Saudara sudah baca buku the miracle dan mengikuti dengan baik kuliah tauhid ini, pembahasan ini dan ke depan, sudah bukan hal baru lagi. Tapi ga mengapa. Belajar memang jangan hanya sekali. Tapi harus berkali-kali hingga pemahaman datang. Sengaja pembahasannya case by case. Judul per judul. Supaya pemahaman Saudara, terstruktur.


Munajat
Ilaahanaa… Wahai Allah Tuhan kami. Engkau lah Yang Mengajarkan Keikhlasan. Engkau pula Yang Membimbing siapa yang Engkau kehendaki untuk menjadi hamba-Mu yang mukhlis, yang ikhlas. 
Wahai Allah... Engkau mengajarkan agar kami bersepi-sepi ketika melakukan amal saleh. Engkau mengajarkan kami agar kami melakukan kerahasiaan amal, sebagai amal terbaik kami yang hanya untuk-Mu. Bukan untuk orang lain. Engkau pulalah yang mengatakan bahwa amal yang dirahasiakan adalah amal terbaik ketimbang amal yang ditampakkan. Namun ya Allah... Sungguh kami tidak mengerti, dan pasti tidak mengerti, kecuali Engkau sedikit berkenan membukakan buat kami Ilmu-Mu. Kepahaman dari-Mu. Kami hidup di keramaian. Kami hidup bukan di kesendirian. Kami senang betul bila Engkau membuat kami bisa beramal dengan amal sir. Amal rahasia. Bisa kah ya Allah, kerahasiaan amal itu dilakukan di tengah keramaian? Bisakah dengan izin-Mu, amal-amal yang ditampakkan, tetap hanya untuk-Mu? Lalu kami masih menyebutnya sebagai kerahasiaan?
Ga ngerti. Ga paham.
Izinkan kami terus belajar. Izinkan kami terus mencari. Bimbing kami ya Allah. Sebab Engkau tahu kebingungan kami. Di urusan amal yang namanya sedekah, misalnya. Kadang jika kami lakukan dengan penuh kerahasiaan, akan menjadi fitnah buat kami. Apalagi syetan senantiasa mengintai. Amal rahasia bisa tiba-tiba kemudian menjadi gunung besar yang tiba-tiba kelihatan. Lalu habislah amal yang selama ini dirahasiakan. Apalagi juga ada tuntutan dakwah dari-Mu, seruan dakwah dari-Mu, termasuk mendakwahi sedekah dengan jalan memberi contoh, uswatun hasanah.
Ah, tambah tidak mengerti. Biarlah kami terus belajar dulu. Sambil terus berdoa kepada-Mu, untuk segala kepahaman yang kami minta dari sisi-Mu. Jika kami salah, ampuni kami. Jika kami benar, juga ampuni kami.
Ya Allah, ya Rabb, di sisi lain, dengan segala Kemuliaan-Mu yang telah menciptakan kami dengan segala masalah dan hajat kami, apakah salah kami beribadah kepada-Mu dan kemudian kami berharap belas kasihan Engkau di dalam segala urusan kami?
Engkau yang telah menjanjikan segala rupa fadhilah amal. Salahkah kami yang sudah berbesar hati dengan segala apa yang Engkau tawarkan dan kemudian membuat kami menjadi semangat dalam menyambut Seruan-Mu, benar-benar meminta keutamaan itu?
Keikhlasan mestinya bukan menafikan kebolehan seorang hamba meminta kepada Khaliqnya. Mestinya keikhlasan adalah manakala seorang hamba bergerak menyambut seruan-Mu dengan ringan, dengan ikhlas, dengan enteng. Bukan menjadikannya tembok yang menghalangi hamba-Mu dari meminta kepada-Mu.
Duhai Allah. Jika ikhlas adalah berarti menutup diri dari meminta dan berharap pada-Mu, kemana lagi kira-kira jiwa-jiwa yang kering, yang gersang, yang resah, mengadu?
Duhai Allah. Jika ikhlas adalah berarti tidak bolehnya seorang hamba dari menagih Janji-Mu, mengapakah lagi Engkau tawarkan itu kepada kami?
Hamba-Mu yang terbatas ilmunya ini, menyetujui jika termasuk bahagian ikhlas itu adalah menyembunyikan amal. Takut menjadi riya’. Takut kemudian di satu waktu amal ini diperdengarkan kepada jagad. Tapi berikanlah kami pemahaman, bagaimana jika kiranya dengan amal itu kami hendak mengajarkan uswatun hasanah kepada saudara-saudara kami yang lain? Berikanlah kami satu pengajaran tentang salah dan benarnyakah hamba-Mu ini jika kemudian mengumumkan satu amal agar ia diikuti oleh orang banyak?
Demi Zat-Mu yang tidak pernah meleset dalam janji. Jika seorang hamba banyak merasakan manisnya beramal saleh, dan kemudian merasakan kebenaran-kebenaran janji-Mu. Maka apakah boleh hamba-Mu itu mengabarkan berita gembira ini kepada mereka-mereka yang berkenan percaya sekiranya kami beritahu mereka keutamaan suatu amal? Dan jika sedekah informasi ladang amal adalah suatu sedekah adanya, mengapa kami tutup satu kesempatan amal hanya untuk kami dan tidak kami beritahu yang lain?
Ahhh, kami rupanya melanggar lagi. Kami tidak bersabar dalam meniti ilmu. Udah banyak nanya. Ampuni kami.
Sekali lagi, izinkan kami belajar dulu. Hingga Engkau yang memberikan kepahaman yang hakiki. Kepahaman yang benar, yang datangnya dari sisi-Mu.
Sungguh, tidak ada yang bisa mengajarkan keikhlasan kecuali Engkau sendiri yang mengajarkan. Dan tidaklah ada yang bisa mengampuni sesuatu, kecuali Engkau lah Allah Yang Maha Mengampuni.
Duhai Yang Tidak Terbatas Rizkinya. Mudah-mudahan Engkau berkenan memberikan rizki-Mu kepada semua sahabat-sahabat kami yang sedang menuntut ilmu ini, dengan berbagai medianya. Rizki atas kesabarannya menuntut ilmu. Rizki atas kesabarannya mengerjakan tugas. Rizki atas rizkinya berupa harta yang sudah dikeluarkan di urusan menuntut ilmu. Rizki atas waktu dan tenaga, serta pikiran yang sudah dikeluarkan untuk menuntut ilmu. Setelah ini, karuniakanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat. Dan jauhkan dari kami ilmu yang sia-sia. Bimbinglah kami semua untuk berbuat yang Engkau ridhai. Jadikan juga lewat tangan-tangan semua kawan, apa-apa yang mereka pelajari ini kemudian tersebar dan menyebar ke seluruh bumi-Mu, hingga ia menjadi Cahya buat kami semua. Dekatkan kami dengan al Qur’an Kalam-Mu, dan pengajaran sunnah Rasul-Mu.
Shalawat serta salam kami semua haturkan buat junjungan kami, Muhammad shalla ‘alaih, yang mengalir pahala untuknya, sebab dialah Mu’allim kami semua, guru kami semua. Jadikan kami ada di barisan pengikutnya kelak di hari di mana seluruh ummat manusia akan mencari pemimpinnya. Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.Wisata Hati.